AKTUALISASI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA DI LINGKUNGAN KAMPUS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila
sebagai dasar Negara Indonesia hingga sekarang mengalami perjalanan waktu yang
panjang, dalam rentan waktu tersebut banyak hal atau peristiwa yang dialami.
Sehingga berdirilah Pancasila seperti sekarang ini di depan semua bangsa
Indonesia.
Mulai
pertama dicetuskannya, Pancasila sudah menuai banyak konflik diinternal para
pencetusnya. Hingga sampai saat inipun masih banyak diperbincangkan oleh
kalangan berpendidikan terutama kalangan politik dan mahasiswa. Kebanyakan
masalah yang diperbincangkan adalah mengenai Pancasila sila pertama.
Memang
dari sejak awal perkembangan bangsa Indonesia mempunyai komponen masyarakat yang
terdiri atas dua kelompok besar yaitu kelompok agamis yang didominasi oleh
agama Islam dan kelompok Naionalis. Dua kelompok tersebut berperan besar dalam
pembentukan Dasar Negara bangsa Indonesia.
Walaupun pada kenyataannya aktualisasi Pancasila dalam lingkungan
kampus tidak selalu sesuai seperti yang kita harapkan. Salah satu contohnya
yakni perbuatan mencontek yang banyak dilakukan oleh mahasiswa. Namun kita
tetap harus mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila sebaik mungkin yang dapat
kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar kita senantiasa mencintai, menghayati, dan
mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari,
terutama di lingkungan kampus. Sehingga kelak saat kita terjun ke masyarakat
kita akan menjadi manusia Pancasila, yakni manusia yang selalu berpedoman teguh
pada Pancasila.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan aktualisasi?
2. Apa
yang dimaksud dengan Tri Dharma perguruan tinggi?
3. Bagaimana
cara mengaktualisasikan Pancasila tersebut di perguruan tinggi atau kampus?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan aktualisasi.
2. Memahami
makna dari Tri Dharma perguruan tinggi.
3. Mengenali
peran dan cara mengaktualisasikan Pancasila sendiri dalam kehidupan
sehari-hari, terutama dalam lingkungan kampus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aktualisasi
Pancasila
Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada,
terjadi, dan sesungguhnya. Di mana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam
bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan ideology negara.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila
benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai
dari aparatur Negara sampai kepada rakyat biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah
bersifat universal, tetap, dan tak berubah. Nilai–nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap aspek dalam
penyelenggaraan Negara dan dalam wujud norma–norma,
baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma–norma
moral yang harus dilaksanakan dan diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
1.
Aktualisasi
Objektif
Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan
pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan
Negara antara lain: legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga
meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya terutama dalam penjabaran kedalam
Undang-Undang, garis-garis besar haluan Negara, hankam, pendidikan maupun
bidang kenegaraan lainnya.
2.
Aktualisasi
Subjektif
Aktualisasi Pancasila secara subjektif adalah
aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam
kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang
memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai
Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri
tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri
yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman
dan harapan masyarakat.
B.
Tri
Dharma Pancasila
Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah
menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa
mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Perguruan tinggi diselenggarakan
dengan tujuan untuk :
1.
Menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2.
Mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perguruan tinggi
menyelenggarakan kegiatan yang disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang
terdiri dari :
1.
Pendidikan
Merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang
memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan IPTEK dan seni.
2. Penelitian
Kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori,
konsep, model, atau informasi baru guna memperkaya IPTEK dan seni.
3. Pengabdian Kepada Masyarakat
Kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya memberi sumbangan
demi kemajuan masyarakat.
Penumbuhan Moral Etika Pancasila
Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang
cenderung brutal dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat
maupun daerah. Hal ini menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan
bahkan tuntutan untuk melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila
tidak segera diatasi maka akan menyebabkan disintregrasi bangsa. Disini pula
dikarenakan hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi,
kesadaran pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar agama,
kurangnya penyadaran sosial, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan
isi SARA. Yang justru menyebabkan meledaknya kerusuhan di beberapa tempat.
Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan pada kita bagaimana
cara mencipatakan situasi demokrasi melalui BPUPKI – PPKI dengan melakukan
perdebatan dan pemufakatan disaat-saat mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan saat
proklamasi hingga pengesahan UUD 1945 mereka tetap bersatu hingga Negara
Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan hanya masalah yang menyangkut pengaturan
kekuasaan Negara, melainkan juga terkait cara hidup antar kelompok masyarakat
yang sangat pluralis dimana persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara
bersama. Maka muncullah pemikiran kearah desentralisasi pemerintahan yang
kurang lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat modern dan demokratis.
Namun terjadinya kerusuhan dibeberapa tempat, kekejaman bahkan pembunuhan antar
masyarakat etnis bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab bagi
bangsa Indonesia keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang
begitu luas yang konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang
beraneka ragam harus diterima dan dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah
mengatasi pluralisme dai kerawanan menjadi asset nasional. Cara
mengatasinya yakni dengan “Etika Pluralisme”, yakni etika yang mengajarkan
sopan santun dalam sikap dan mau menerima beda pendapat dalam musyawarah dan
mufakat sebagai penjelmaan demokrasi Pancasila. Dengan demikian persatuan dan
kesatuan bangsa dapat diciptakan dan menghindari disintregrasi bangsa. Sarana
yang sangat strategis yakni dengan pendidikan Pancasila. Untuk itulah maka
revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta moral etika Pancasila harus
terus-menerus dikembangkan.
Tradisi Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar
Akademik, Otonomi Akademik dan Peran Mahasiswa di Masyarakat
1.
Tradisi
Kebebasan Akademik
Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham
kebebasan yang selama itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada
Universitas. Semua pimpinan agama memegang kekuasaan, mengambil keputusan
tentang kebenaran-kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar (excathedra). Pada
masa itu kebenaran dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran
(juxtaposition) antara simpulan yang ditarik dari tafsir agama dan yang
merupakan hasil proses penalaran oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof)
semakin diperlukan adanya batasan yang jelas. Tidak jarang simpulan tersebut
menghasilkan pertentangan pandangan (contra position ).
Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan
filosof) pada abad pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang
kebebasan untuk mencapai kebenaran :
A.
Bahwa
masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
B.
Sikap avveroisme (kelompok ilmiah
nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari gereja ) semakin jelas dikalangan
perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam mencapai kebenaran.
C.
Otonomi
perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi itu
bersifat conditio
sinequanon bagi
kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini segala pengertian tentang kebebasan
kampus dan kebebasan akademis adalah pengertian yang setara bagi kemajuan.
Kebebasan akademik dalam hal
ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat
diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa). Dalam hal ini sivitas
akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang mencangkup serangkaian
langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai
kebenaran, analisis, dan simpulan.
2. Kebebasan Mimbar Akademik
Dalam perkembangan dan penyelenggaraan
otonomi kampus bagi perkembangan ilmu pengetahuan muncul istilah
kebebasan mimbar akademik, yaitu proses pengembangan ilmu lewat
kegiatan perkuliahan (mimbar akademik). Kebebasan mimbar akademik lebih
ditekankan pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan dalam laboratorium dan perpustakaan.
Media untuk pengembangan mimbar akdemik lebih ditekankan pada diskusi, seminar,
dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen dan mahasiswa akan berada dalam suatu
pola interese, yaitu berada pada satu tatanan bahasa yang bersifat setara (VIS
a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang mimbar (ex cathedra). Posisi
pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor). Ia memiliki otoritas
sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
3. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak
hanya kerangaka pemikiran logis, melainkan telah teruji, sehingga dengan ilmu
orang akan bias menjelaskan gejala alam kemudian meramalkannya. Ilmu mempunyai
obyek kajian (ontologis), dan memiliki kemampuan untuk mencapai kebenaran
(epistemologi) serta kemampuan terkait dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu
yang dapat berkembang pad prinsipnya karena kaidah moral, pertimbangan etis,
dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat
memperoleh otonomi dalam melakukan kegiatannya untuk mempelajari alam semesta,
tetapi masalah moral akan timbul manakala berkaitan dengan ilmu pengetahuan
itu. Ilmu pengetahuan memiliki 2 sisi kajian yaitu sisi kajian internal dan eksternal.
Sisi kajian internal digunakan manakala ilmu hanya menggunakan metode spesifik
yang dimilikiuntuk dipraktekkan ilmuwan secara otonomi (Salim, 1994: 15).
Sedang pada sisi kajian eksternal , ilmu akan berkaitan dengan bidang
IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideologi, politik, ekonomi, social, budaya, rohani,
pertahanan, dan keamanan).
Ilmu pengetahuan hanya memiliki
otonomi dalam sisi kajian internal (terbatas pada penerapan metodologinya untuk
mencapai kebenaran ilmiah). Ilmu pengetahuan selalu dituntut bagaimana dapat
memiliki kegunaan di masyarakatnya. Misalnya keberadaan ilmu kedokteran harus
mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat secara luas, seperti menciptakan
obat untuk mengatasi HIV, dll. Ilmu sosial (politik, sosial, ekonomi, budaya,
dll) harus mampu menciptakan dinamika dan intregitas bagi masyarakatnya. Dapat
dikatakan bahwa ilmu sosial tidak mungkin berkembang terlepas dari
masyarakatnya, karena ilmu sosial adalah bagian dari gejala perilaku
masyarakat.
4. Peran Mahasiswa di Masyarakat
Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan masyarakat dapat dilakukan
sejauh kegiatan itu memiliki relevansi langsung dengan kematangan ilmu
pengetahuan yang diminati. Keterlibatan mahasiswa terhadap masalah sosial
sebatas mahasiswa memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan tugas
akademis. Sebagai contoh keterlibatan mahasiswa dalam masalah politik, harus
bersifat peningkat visi akademisnya, pengembangan wawasan, pengayaan substansi
dan kedewasaannya.
Peran mahasiswa di masyarakat:
1. Mahasiswa sebagai pribadi yang
sedang belajar berproses “untuk menjadi” (ilmuwan) sehingga masih membutuhkan
bimbingan dan pembinaan akdemik yang intensif dari para dosen.
2.
Mahasiswa
dapat berperan sebagai perantara pembaharuan (agent of modernization) terutama
membantu masyarakat miskin yang masih tertinggal guna meningkatkan
pendapatannya.
3.
Mahasiswa
perlu belajar untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian, laporan
hasil kajian ilmiah, dan hasil diskusi ilmu pengetahuan kepada masyarakat dalam
tataran bahasa indonesia yang sederhana sehingga dapat diterima semua pihak.
4.
Tidak
semua orang dalam masyarakat dapat meraih peluang masuk kuliah di bangku
perguruan tinggi. Peluang masuk perguruan tinggi hanyalah bagi lulusan SMA yang
memiliki motivasi dan dukungan dana yang cukup. Pengadaan dana yang cukup besar
itu membutuhkan bantuan masyarakat yang secara langsung digunakan untuk
pengadaan prasarana dan sarana belajar.
C.
Kampus
Sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan HAM
Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM),
dan demokrasi. Ketiganya sulit dilaksanakan karena sering diinjak-injak bahkan
dikebiri orang atau karena kita tidak mau dan tidak mampu melaksanakan dan
menegakkannya. Ketidakmampuan melaksanakan hukum, HAM, dan demokrasi,
sampai-sampai dunia internasional menyetop bantuannya, PBB menyorotnya,
negara-negara berpalinga dan membenci Negara dan bangsa kita. Hal ini
disebabkan oleh ketidaktahuan, kurang penghormatan, dan kurang mrmberi jaminan
kepada tegaknya hukum, HAM, dan demokrasi di Negara ini. OOleh karena itu,
semua lembaga harus secara bersama-sama berupaya melaksanakan dan menegeakkan
hukum, HAM, dan demokrasi, lebih-lebih kampus diharapkan menjadi kekuatan moral
(moral force) dalam mengembangkannya.
Kampus adalah tempat
orang-orang cendekia mengembangkan ilmu. Sementara hukum adalah aturan yang
disepakati oleh semua orang agar terjadi keteraturan hidup; HAM adalah hak-hak
bawaan kodrat yang dimiliki semua orang pada segala jaman, yang tidak bersifat
khusus dimiliki oleh orang-orang khusus, melainkan pemiliknya tanpa perbedaan
ras, agama, bangsa, kedudukan, atau jenis kelamin; dan demokrasi adalah cara
yang dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah berkehidupan.
Menurut Djahiri (1976), tujuan
yang agung dan baik dari HAM perlu didukung oleh beberapa persyaratan.
Persayaratan itu antara lain:
1.
Karakter
Manusia
Karakter manusia untuk memiliki
kesadaran dan daya serap terhadap tujuan HAM sangat diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan tegak-tidaknya penghargaan serta pencapaian tujuan
tersebut terjadi.
2.
Karakteristik
Kesadaran Jiwa Manusia
Dalam hal ini karakteristik
kesadaran jiwa manusia sangat dituntut dalam menunjang tercapainya tujuan HAM.
3.
Intelektualitas
yang Cukup Memadai
Semakin tinggi intelektualitas
seseorang serta semakin banyak pengetahuan yang mendalam dan tinggi di bidang
isi, hakikat, dan tujuan HAM, maka akan semakin tinggi usaha-usaha dan derajat
kepatuhan untuk mencapai cita-cita tujuan tegaknya HAM
Selain itu, faktor lain yang
dapat menunjang tegaknya HAM adalah stabilitas negara. Stabilitas negara
maksudnya adalah Negara, masyarakat, dan perangkat dalam keadaan stabil lahir
dan batin, tidak terjadi kekacauan di dalam negara itu sendiri, serta terjamin
dari unsur pengacau dari luar negara. Stabilitas yang dimaksud juga mencakupi
stabilitas di bidang politik, ekonomi, dan keamanan.
Inti HAM adalah penghargaan dan
pengakuan atas segala potensi manusia sesuai dengan kodrat Illahi. Untuk
menegakkannya diperlukan karakteristik kesadaran jiwa manusia, intelektualitas,
dan stabilitas negara.
Henry B. Mayo
dalam Miriam (1975) menyebutkan nilai demokrasi seperti berikut ini:
a. Menyelesaikan pertikaian secara
damai dan sukarela
b. Menjamin terjadinya perubahan
secara damai suatu masyarakat yang selalu berubah
c. Pergantian penguasa secara
teratur
d. Pergantian penguasa secara
teratur
e. Keanekaragaman
f. Menegakkan keadilan
g. Memajukan ilmu pengetahuan
h. Kebebasan
Di samping memiliki
nilai-nilai, demokrasi juga memiliki beberapa sudut pandang atau aspek dalam
menetapkan keabsahan hukumnya. Aspek-aspek itu sebagai berikut (Departemen
Penerangan, 1977; Rachman, 1977):
a. Aspek wujudiyah atau aspek
formal
b. Aspek maknawiyah atau material
c. Aspek kaidah atau aspek
normatif
d. Aspek tujuan atau aspek optatif
e. Aspek jiwa atau semangat
Berperan tidaknya kampus
sebagai kekuatan moral dalam pengembangan hukum dan HAM sangat tergantung
kepada terbina atau tidaknya demokrasi. Untuk itu, kesadaran yang tinggi,
intelektualitas yang memadai, dan stabilitas negara yang terjamin perlu ada.
Bila demokrasi telah berjalan pada habitatnya, kewajiban berikutnya ialah
membina dan mengembangkannya sehingga tingkat pemahaman dan penerapan HAM
semakin tinggi. Caranya ialah dengan menegakkan rule of law (Hartono, 1969), mengembangkan
kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan kesadaran berdemokrasi masyarakat, dan
para pemimpin masyarakat menjadi teladan yang dapat diteladani.
Akhirnya disadari bahwa
demokrasi adalah ide dan mekanisme hidup yang mampu melayani pengetrapan HAM.
Hal ini dapat ditelaah dari ungkapan politik bahwa “dalam demokrasi setiap
orang berpartisipasi, diajak dan dihargai suara, kemauan, dan kemampuannya
sehingga kekecewaan dapat dihindarkan”.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila dalam kehidupan kampus dijadikan
sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di lingkungan
kampus. Adapun contoh bentuk implementasi Pancasila dalam kehidupan kampus
seperti kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi keilmuan, hingga
peran mahasiswa di masyarakat.
Selain itu, berperan atau
tidaknya kampus sebagai kekuatan moral dalam pengembangan hukum dan HAM sangat
tergantung kepada terbina atau tidaknya demokrasi. Untuk itu, kesadaran yang
tinggi, intelektualitas yang memadai, dan stabilitas negara yang terjamin perlu
ada di lingkungan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
2. http://pls113022.blogspot.co.id/2014/01/aktualisasi-pancasila-sebagai-paradigma.html
Play at the casino site | choegocasino.com
BalasHapusJoin Choegocasino 샌즈카지노 to play for fun. 카지노사이트 The best real money online casino! 인카지노 Sign up and claim your welcome bonus today!