Rabu, 30 September 2015

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA DI LINGKUNGAN KAMPUS

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA DI LINGKUNGAN KAMPUS

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia hingga sekarang mengalami perjalanan waktu yang panjang, dalam rentan waktu tersebut banyak hal atau peristiwa yang dialami. Sehingga berdirilah Pancasila seperti sekarang ini di depan semua bangsa Indonesia.
Mulai pertama dicetuskannya, Pancasila sudah menuai banyak konflik diinternal para pencetusnya. Hingga sampai saat inipun masih banyak diperbincangkan oleh kalangan berpendidikan terutama kalangan politik dan mahasiswa. Kebanyakan masalah yang diperbincangkan adalah mengenai Pancasila sila pertama.
Memang dari sejak awal perkembangan bangsa Indonesia mempunyai komponen masyarakat yang terdiri atas dua kelompok besar yaitu kelompok agamis yang didominasi oleh agama Islam dan kelompok Naionalis. Dua kelompok tersebut berperan besar dalam pembentukan Dasar Negara bangsa Indonesia.
Walaupun pada kenyataannya aktualisasi Pancasila dalam lingkungan kampus tidak selalu sesuai seperti yang kita harapkan. Salah satu contohnya yakni perbuatan mencontek yang banyak dilakukan oleh mahasiswa. Namun kita tetap harus mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila sebaik mungkin yang dapat kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar kita senantiasa mencintai, menghayati, dan mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama di lingkungan kampus. Sehingga kelak saat kita terjun ke masyarakat kita akan menjadi manusia Pancasila, yakni manusia yang selalu berpedoman teguh pada Pancasila.


B.        Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan aktualisasi?
2.      Apa yang dimaksud dengan Tri Dharma perguruan tinggi?
3.      Bagaimana cara mengaktualisasikan Pancasila tersebut di perguruan tinggi atau kampus?

C.        Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan aktualisasi.
2.      Memahami makna dari Tri Dharma perguruan tinggi.
3.      Mengenali peran dan cara mengaktualisasikan Pancasila sendiri dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam lingkungan kampus.


BAB II

PEMBAHASAN

A.       Aktualisasi Pancasila

Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada, terjadi, dan sesungguhnya. Di mana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan ideology negara.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur Negara sampai kepada rakyat biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap, dan tak berubah. Nilainilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan Negara dan dalam wujud normanorma, baik norma hukum, kenegaraan, maupun normanorma moral yang harus dilaksanakan dan diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :

1.      Aktualisasi Objektif
Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain: legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya terutama dalam penjabaran kedalam Undang-Undang, garis-garis besar haluan Negara, hankam, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.

2.      Aktualisasi Subjektif 
Aktualisasi Pancasila secara subjektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.

B.        Tri Dharma Pancasila

Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk :

1.      Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.

2.      Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan yang disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari :

1.      Pendidikan
Merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan IPTEK dan seni.

2.      Penelitian
Kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, model, atau informasi baru guna memperkaya IPTEK dan seni.

3.      Pengabdian Kepada Masyarakat
Kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya memberi sumbangan demi kemajuan masyarakat.

Penumbuhan Moral Etika Pancasila

Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang cenderung brutal dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan bahkan tuntutan untuk melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan disintregrasi bangsa. Disini pula dikarenakan hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi, kesadaran pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar agama, kurangnya penyadaran sosial, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan isi SARA. Yang justru menyebabkan meledaknya kerusuhan di beberapa tempat.
Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan pada kita bagaimana cara mencipatakan situasi demokrasi melalui BPUPKI – PPKI dengan melakukan perdebatan dan pemufakatan disaat-saat mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan saat proklamasi hingga pengesahan UUD 1945 mereka tetap bersatu hingga Negara Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan hanya masalah yang menyangkut pengaturan kekuasaan Negara, melainkan juga terkait cara hidup antar kelompok masyarakat yang sangat pluralis dimana persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara bersama. Maka muncullah pemikiran kearah desentralisasi pemerintahan yang kurang lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat modern dan demokratis. Namun terjadinya kerusuhan dibeberapa tempat, kekejaman bahkan pembunuhan antar masyarakat etnis bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab bagi bangsa Indonesia keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang begitu luas yang konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang beraneka ragam harus diterima dan dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah mengatasi pluralisme dai kerawanan  menjadi asset nasional. Cara mengatasinya yakni dengan “Etika Pluralisme”, yakni etika yang mengajarkan sopan santun dalam sikap dan mau menerima beda pendapat dalam musyawarah dan mufakat sebagai penjelmaan demokrasi Pancasila. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa dapat diciptakan dan menghindari disintregrasi bangsa. Sarana yang sangat strategis yakni dengan pendidikan Pancasila. Untuk itulah maka revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta moral etika Pancasila harus terus-menerus dikembangkan.

Tradisi Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik,  Otonomi Akademik dan Peran Mahasiswa di Masyarakat
1.      Tradisi Kebebasan Akademik
Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan yang selama itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua pimpinan agama memegang kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar (excathedra). Pada masa itu kebenaran dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran (juxtaposition) antara simpulan yang ditarik dari tafsir agama dan yang merupakan hasil proses penalaran oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas. Tidak jarang simpulan tersebut menghasilkan pertentangan pandangan (contra position ).

Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk mencapai kebenaran :
A.    Bahwa masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
B.     Sikap avveroisme (kelompok ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari gereja ) semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam mencapai kebenaran.
C.     Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi itu bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini segala pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah pengertian yang setara bagi kemajuan.

Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa). Dalam hal ini sivitas akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang mencangkup serangkaian langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai kebenaran, analisis, dan simpulan.
2.      Kebebasan Mimbar Akademik
Dalam perkembangan dan penyelenggaraan otonomi kampus bagi perkembangan ilmu pengetahuan muncul istilah kebebasan  mimbar akademik, yaitu proses pengembangan ilmu lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik). Kebebasan mimbar akademik lebih ditekankan pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan dalam laboratorium dan perpustakaan. Media untuk pengembangan mimbar akdemik lebih ditekankan pada diskusi, seminar, dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen dan mahasiswa akan berada dalam suatu pola interese, yaitu berada pada satu tatanan bahasa yang bersifat setara (VIS a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang mimbar (ex cathedra). Posisi pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor). Ia memiliki otoritas sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.

3.       Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak hanya kerangaka pemikiran logis, melainkan telah teruji, sehingga dengan ilmu orang akan bias menjelaskan gejala alam kemudian meramalkannya. Ilmu mempunyai obyek kajian (ontologis), dan memiliki kemampuan untuk mencapai kebenaran (epistemologi) serta kemampuan terkait dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat berkembang pad prinsipnya karena kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan kegiatannya untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul manakala berkaitan dengan ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan memiliki 2 sisi kajian yaitu sisi kajian internal dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala ilmu hanya menggunakan metode spesifik yang dimilikiuntuk dipraktekkan ilmuwan secara otonomi (Salim, 1994: 15). Sedang pada sisi kajian eksternal , ilmu akan berkaitan dengan bidang IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideologi, politik, ekonomi, social, budaya, rohani, pertahanan, dan keamanan).
Ilmu pengetahuan hanya memiliki otonomi dalam sisi kajian internal (terbatas pada penerapan metodologinya untuk mencapai kebenaran ilmiah). Ilmu pengetahuan selalu dituntut bagaimana dapat memiliki kegunaan di masyarakatnya. Misalnya keberadaan ilmu kedokteran harus mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat secara luas, seperti menciptakan obat untuk mengatasi HIV, dll. Ilmu sosial (politik, sosial, ekonomi, budaya, dll) harus mampu menciptakan dinamika dan intregitas bagi masyarakatnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu sosial tidak mungkin berkembang terlepas dari masyarakatnya, karena ilmu sosial adalah bagian dari gejala perilaku masyarakat.

4.      Peran Mahasiswa di Masyarakat
Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan masyarakat dapat dilakukan sejauh kegiatan itu memiliki relevansi langsung dengan kematangan ilmu pengetahuan yang diminati. Keterlibatan mahasiswa terhadap masalah sosial sebatas mahasiswa memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan tugas akademis. Sebagai contoh keterlibatan mahasiswa dalam masalah politik, harus bersifat peningkat visi akademisnya, pengembangan wawasan, pengayaan substansi dan kedewasaannya.

Peran mahasiswa di masyarakat:
1.      Mahasiswa sebagai pribadi yang sedang belajar berproses “untuk menjadi” (ilmuwan) sehingga masih membutuhkan bimbingan dan pembinaan akdemik yang intensif dari para dosen.
2.      Mahasiswa dapat berperan sebagai perantara pembaharuan (agent of modernization) terutama membantu masyarakat miskin yang masih tertinggal guna meningkatkan pendapatannya.
3.      Mahasiswa perlu belajar untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian, laporan hasil kajian ilmiah, dan hasil diskusi ilmu pengetahuan kepada masyarakat dalam tataran bahasa indonesia yang sederhana sehingga dapat diterima semua pihak.
4.      Tidak semua orang dalam masyarakat dapat meraih peluang masuk kuliah di bangku perguruan tinggi. Peluang masuk perguruan tinggi hanyalah bagi lulusan SMA yang memiliki motivasi dan dukungan dana yang cukup. Pengadaan dana yang cukup besar itu membutuhkan bantuan masyarakat yang secara langsung digunakan untuk pengadaan prasarana dan sarana belajar.

C.        Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan HAM

Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), dan demokrasi. Ketiganya sulit dilaksanakan karena sering diinjak-injak bahkan dikebiri orang atau karena kita tidak mau dan tidak mampu melaksanakan dan menegakkannya. Ketidakmampuan melaksanakan hukum, HAM, dan demokrasi, sampai-sampai dunia internasional menyetop bantuannya, PBB menyorotnya, negara-negara berpalinga dan membenci Negara dan bangsa kita. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan, kurang penghormatan, dan kurang mrmberi jaminan kepada tegaknya hukum, HAM, dan demokrasi di Negara ini. OOleh karena itu, semua lembaga harus secara bersama-sama berupaya melaksanakan dan menegeakkan hukum, HAM, dan demokrasi, lebih-lebih kampus diharapkan menjadi kekuatan moral (moral force) dalam mengembangkannya.
Kampus adalah tempat orang-orang cendekia mengembangkan ilmu. Sementara hukum adalah aturan yang disepakati oleh semua orang agar terjadi keteraturan hidup; HAM adalah hak-hak bawaan kodrat yang dimiliki semua orang pada segala jaman, yang tidak bersifat khusus dimiliki oleh orang-orang khusus, melainkan pemiliknya tanpa perbedaan ras, agama, bangsa, kedudukan, atau jenis kelamin; dan demokrasi adalah cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah-masalah berkehidupan.
Menurut Djahiri (1976), tujuan yang agung dan baik dari HAM perlu didukung oleh beberapa persyaratan. Persayaratan itu antara lain:
1.      Karakter Manusia
Karakter manusia untuk memiliki kesadaran dan daya serap terhadap tujuan HAM sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan tegak-tidaknya penghargaan serta pencapaian tujuan tersebut terjadi.
2.      Karakteristik Kesadaran Jiwa Manusia
Dalam hal ini karakteristik kesadaran jiwa manusia sangat dituntut dalam menunjang tercapainya tujuan HAM.
3.      Intelektualitas yang Cukup Memadai
Semakin tinggi intelektualitas seseorang serta semakin banyak pengetahuan yang mendalam dan tinggi di bidang isi, hakikat, dan tujuan HAM, maka akan semakin tinggi usaha-usaha dan derajat kepatuhan untuk mencapai cita-cita tujuan tegaknya HAM
Selain itu, faktor lain yang dapat menunjang tegaknya HAM adalah stabilitas negara. Stabilitas negara maksudnya adalah Negara, masyarakat, dan perangkat dalam keadaan stabil lahir dan batin, tidak terjadi kekacauan di dalam negara itu sendiri, serta terjamin dari unsur pengacau dari luar negara. Stabilitas yang dimaksud juga mencakupi stabilitas di bidang politik, ekonomi, dan keamanan.
Inti HAM adalah penghargaan dan pengakuan atas segala potensi manusia sesuai dengan kodrat Illahi. Untuk menegakkannya diperlukan karakteristik kesadaran jiwa manusia, intelektualitas, dan stabilitas negara.
            Henry B. Mayo dalam Miriam (1975) menyebutkan nilai demokrasi seperti berikut ini:
a.       Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela
b.      Menjamin terjadinya perubahan secara damai suatu masyarakat yang selalu berubah
c.       Pergantian penguasa secara teratur
d.      Pergantian penguasa secara teratur
e.       Keanekaragaman
f.       Menegakkan keadilan
g.      Memajukan ilmu pengetahuan
h.      Kebebasan
Di samping memiliki nilai-nilai, demokrasi juga memiliki beberapa sudut pandang atau aspek dalam menetapkan keabsahan hukumnya. Aspek-aspek itu sebagai berikut (Departemen Penerangan, 1977; Rachman, 1977):
a.       Aspek wujudiyah atau aspek formal
b.      Aspek maknawiyah atau material
c.       Aspek kaidah atau aspek normatif
d.      Aspek tujuan atau aspek optatif
e.       Aspek jiwa atau semangat
Berperan tidaknya kampus sebagai kekuatan moral dalam pengembangan hukum dan HAM sangat tergantung kepada terbina atau tidaknya demokrasi. Untuk itu, kesadaran yang tinggi, intelektualitas yang memadai, dan stabilitas negara yang terjamin perlu ada. Bila demokrasi telah berjalan pada habitatnya, kewajiban berikutnya ialah membina dan mengembangkannya sehingga tingkat pemahaman dan penerapan HAM semakin tinggi. Caranya ialah dengan menegakkan rule of law (Hartono, 1969), mengembangkan kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan kesadaran berdemokrasi masyarakat, dan para pemimpin masyarakat menjadi teladan yang dapat diteladani.
Akhirnya disadari bahwa demokrasi adalah ide dan mekanisme hidup yang mampu melayani pengetrapan HAM. Hal ini dapat ditelaah dari ungkapan politik bahwa “dalam demokrasi setiap orang berpartisipasi, diajak dan dihargai suara, kemauan, dan kemampuannya sehingga kekecewaan dapat dihindarkan”.





BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila dalam kehidupan kampus dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di lingkungan kampus. Adapun contoh bentuk implementasi Pancasila dalam kehidupan kampus seperti kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi keilmuan, hingga peran mahasiswa di masyarakat.
Selain itu, berperan atau tidaknya kampus sebagai kekuatan moral dalam pengembangan hukum dan HAM sangat tergantung kepada terbina atau tidaknya demokrasi. Untuk itu, kesadaran yang tinggi, intelektualitas yang memadai, dan stabilitas negara yang terjamin perlu ada di lingkungan mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA


2.   http://pls113022.blogspot.co.id/2014/01/aktualisasi-pancasila-sebagai-paradigma.html








1 komentar:

  1. Play at the casino site | choegocasino.com
    Join Choegocasino 샌즈카지노 to play for fun. 카지노사이트 The best real money online casino! 인카지노 Sign up and claim your welcome bonus today!

    BalasHapus